Hubungan Interpersonal
Model-Model Hubungan
Interpersonal
Model
Pertukaran Sosial & Analisis transaksional
Teori
pertukaran sosial adalah salah satu teori sosial yang
mempelajari bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain , kemudian
seseorang itu menentukan keseimbangan antara pengorbanan dan keuntungan yang
didapatkan dari hubungan itu . Setelah seseorang menentukan keseimbangannya ,
ia akan menentukan jenis hubungan dan kesempatan memperbaiki hubungan / tidak sama
sekali. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain tanpa terasa ada hubungan
resiprok didalamnya. Paling tidak ada 3 hal yang kita pertukarkan :
·
Ganjaran
·
Pengorbanan
·
Keuntungan
Analisis
Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan
Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat
dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan
kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh
klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan
yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
AT
dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People
Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme.
Pendekatan analisis transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang
berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan
suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu :
orang tua, orang dewasa, dan anak. Pada dasarnya teori analisis transaksional
berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir,
dan memutusakan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan- perasaannya.
Dalam
mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan
antara orang tua, orang dewasa dan anak.
Dalam
eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana
status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain,
serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang
kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan
sebagainya.
Dari
eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan
oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi
dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong
pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan
psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan akhirnya dia
merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis
Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya
tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966
menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas
Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers
Memulai Hubungan
Pembentukan Kesan & Ketertarikan
Interpersonal dalam memulai hubungan
Ellen
Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau 1983; Berscheid & Reis,
1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa
bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi
adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif
serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang-orang lain membuat
individu merasa kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya, dan
keterasingan. Ahli Psikologi Sosial, Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi
utama manusia adalah ’ekspresi diri’ (self expression).
Penyebab
ketertarikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam
hubungan yang erat meliputi :
·
Aspek
kedekatan
·
Kesamaan
·
Kesukaan
timbal balik
·
Ktertarikan
fisik dan kesukaan
Teori
Ketertarikan Interpersonal
·
Social Exchange Theory
Teori
ini mengacu pada pernyataan sederhana bahwa relasi berlangsung mengikuti model
ekonomi ‘costs and benefits’ seperti kondisi pasar, yang telah diperluas
oleh para psikolog dan sosiolog menjadi teori pertukaran sosial (social
exchange theory) yang lebih kompleks.
Teori
pertukaran sosial menyatakan bahwa perasaan orang tentang suatu hubungan
tergantung pada persepsinya mengenai hasil positif (rewards) dan ongkos
(costs) hubungan, jenis hubungan yang mereka jalani, dan kesempatan mereka
untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
·
Equity Theory
Beberapa
peneliti mengritik teori pertukaran sosial yang mengabaikan pentingnya keadilan
atau keseimbangan dalam hubungan. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa
orang tidak sekedar berusaha mendapatkan rewards sebanyak-banyaknya dan
mengurangi costs, melainkan juga peduli mengenai keseimbangan dalam
hubungan, yaitu bahwa rewards dan costs yang mereka alami dan
kontribusi yang mereka berikan dalam hubungan tersebut kira-kira seimbang
dengan pihak lain. Teori ini menggambarkan bahwa hubungan yang seimbang adalah
yang membahagiakan dan relatif stabil.
Hubungan Peran
Model Peran
terdapat
empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan
perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model
mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
·
Secara
implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman
dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’.
Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan
analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan
dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional
sambil belajar dari respons orang lain.
·
Kedua,
bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya
yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan
perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari
psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun
demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks
pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran
memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan
kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama,
pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama.
Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada
bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan
yang sangat penting dalam pembelajaran.
·
Model
bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar
untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu
datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat
terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik
dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang
pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain
tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini
berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam
pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut
aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang
lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
·
Model
bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap,
nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui
kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat
menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan
nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang
lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat
tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model
pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3)
pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan
situasi kehidupan nyata.
Konflik
Konflik
adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern)
maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik
dapat berupad perselisihan (disagreement), adanya keteganyan (the presence of
tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau
lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai
kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai
pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Substantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok,pengalokasian sumber dalam suatu organisasi, distrubusi kebijaksanaan
serta prosedur serta pembagaian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi
akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertantangan antar pribadi (personality clashes).
Dalam
sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling
berkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam
sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan dengan komunikasi yang
tidak efektif yang menjadi kambing hitam.
Adequancy peran & autentisitas
dalam hubungan peran
Kecukupan
perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang
diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada
preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat
memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut
peran-peran tersebut.
Intimacy dan Hubungan Pribadi
Kebutuhan intimacy merupakan suatu kebutuhan akan hubungan dengan orang lain dan merupakan kebutuhan terdalam pada diri setiap manusia untuk mengetahui seseorang
secara lebih dekat, seperti merasa dihargai, diperhatikan, saling bertukar pendapat,
keinginan untuk selalu berbagi dan menerima serta perasaan saling memiliki sehingga
terjalin keterikatan yang semakin kuat dan erat.
Faktor
penyebab intimacy :
·
Keluasan : seberapa banyak aktifitas yg dilakukan bersama
·
Keterbukaan : adanya saling keterbukaan diri
·
Kedalaman : saling berbagi
Proses
terbentukan intimacy :
Penerimaan
diri Saling berinteraksi Memberi
respon atau
tanggapan – Perhatian Rasa percaya
Kasih sayang Mempunyai
minat yang sama Berhubungan seksual
Intimacy dan
Pertumbuhan
Apapun
alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah
cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti
proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan
setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena (1) kita
tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh; (2) kita tidak
menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan; (3) kita
tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang
rahasia; (4) kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup; (5) kita
memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus . Dalam hal inilah keutamaan
cinta dibutuhkan.
Sumber
:
·
nilam.staff.gunadarma.ac.id/.../BAB+10.+DAYA+...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar