Minggu, 19 Januari 2014

tugas softskill komunikasi dalam manajemen


KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
A.  Definisi Komunikasi

Pengertian komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai:
1)   Pengertian komunikasi secara etimologis
Komunikasi berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber juga dari kata communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna. Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.

2)   Pengertian komunikasi secara terminologis
Komunikasi yang berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

Komunikasi menurut beberapa ahli diantaranya adalah menurut Everett Rogers dalam Hafied Cangara (1998:20) Komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah laku mereka”. Sedangkan menurut Arni Muhammad (2005:5) Komunikasi didefinisikan sebagai “Pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”.
Menurut Effendi (2003), komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Maksudnya sama di sini adalah sama makna. Percakapan orang dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya selain mengerti bahasa yang digunakan juga mengerti makna dari bahan yang dibicarakan.
Senada dengan pendapat Tubbs dan Moss (2000), bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Jadi dalam komunikasi tidak hanya mengerti arti bahasanya saja, tetapi maknanya karena dari rangkaian kata-kata yang telah disusun membentuk suatu pengertian tertentu.
Masmuh (2008) berpendapat bahwa komunikasi menyelimuti segala yang kita lakukan. Komunikasi adalah alat yang dipakai manusia untuk melangsungkan interaksi sosial, baik secara individu dengan individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Menurut Lunandi (1992), komunikasi merupakan usaha manusia dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya, serta memahami isi pikiran atau hati orang lain.
Gibson et.al. (1996), mendefinisikan komunikasi sebagai pengalihan informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol umum, bisa verbal atau non verbal. Pengertian komunikasi juga dikemukakan oleh De Vito (1989) sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan pesan antara komunikator dengan komunikan yang berlangsung secara bertatap-muka sehingga terjadi saling pemahaman untuk mewujudkan tujuan bersama.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan adanya jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima), sehingga yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.

Sumber:

B.  Proses Komunikasi

Sebelum menjelaskan proses komunikasi lebih lanjut ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu unsur-unsur komunikasi tersebut. Menurut Paradigma Laswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu:
1.    Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2.    Pesan (mengatakan apa?)
3.    Media (melalui saluran apa?)
4.    Komunikan (kepada siapa?)
5.    Efek (efek apa?)

Menurut sumber lain, dalam situasi komunikasi terdapat beberapa unsur yang berlangsung sehingga peristiwa komunikasi ini dapat terjadi, antara lain:
a.    Sender                 :  Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah
                               orang.
b.    Encoding             : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.
c.    Massage              :  Pesan yang merupakan seperangkat lambing bermakna yang disampaikan
                               oleh komunikator.
d.   Media                  :  Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada
                               komunikan.
e.    Decoding             : Yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambang yang
                               disampaiakan oleh komunikator kepadanya.
f.     Receiver              : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
g.    Response             : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah menerima pesan.
h.    Feedback             :  Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau
                               disampaikan kepada komunikator.
i.      Noise                   :  Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai
                               akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan
                               yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

Berdasarkan paradigma Laswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu: 

a.    Proses komunikasi secara primer 
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal.
Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran atau perasaannya ke dalam lambing (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian, komunikan menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambang yang mengandung perasaan dan pikiran komunikator.
Menurut Wilbur Schramm (dalam Effendy,1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni perpaduan pengalaman dan pengertian yang diperoleh komunikan. Kemudian Schramm juga menambahkan, bahwa komunikasi akan berjalan lancara apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan dengan bidang pengalaman komunikan. Sebagai contoh: si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan sangat mudah dan lancara apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahsiswa. Seandainya si A membicarakan hal tersebut dengan si C yang seorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikasi tidak akan berjalan lancar.

b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media ke daola dua komunikasi karena komunikan sebagai sarana berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon fax, radio, majalah, dan lain-lain merupakan media yang sering digunakan dalan komunikasi.
Sumber:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34520/4/Chapter%20II.pdf

C.  Hambatan Komunikasi

Komunikasi adalah vital, tetapi komunikasi sering tidak efektif dengan adanya kekuatan-keluatan dari luar yang menghambatnya. Berikut ini akan dibahas hambatan-hambatan terhadap komunikasi yang efektif tersebut, dengan dikelompokkan sebagai 1) hambatan-hambatan organisasional, dan 2) hambatan-hambatan antar pribadi.
Hambatan-hambatan Organisasional
Ada tiga hambatan organisasional, yaitu ) tingkatan hirarki, 2) wewenang manajerial, dan 3) spesialisasi.
1)   Tingkatan hirarki
Bila suatu organisasi tumbuh, strukturnya berkembang akan menimbulkan berbagai masalah komunikasi. Karena berita harus melalui tingkatan (jenjang) tambahan, yang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tempat tujuan dan cenderung menjadi berkurang ketepatannya.
  
2)   Wewenang manajerial
Tanpa wewenang untuk membuat keputusan tidak mungkin manajer dapat mencapai tujuan dengan efektif. Tetapi di lain pihak, pada kenyataannya bahwa seseorang yang mengendalikan orang lain juga menimbulkan ambatan- terhadap komunikasi.

3)   Spesialisasi
Meskipun spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah-masalah komunikasi, dimana hal ini cenderung memisahkan orang-orang, bahkan bila mereka bekerja saling berdekatan.

Hambatan-hambatan Antar Pribadi
   
Manajer masih akan menghadapi kemungkinan bahwa berita-berita yang mereka kirim akan berubah atau menyimpang, bahkan bila hambatan-hanbatan komunikasi organisasional tidak ada. Banyak kesalahan komunikasi disebabkan bukan oleh faktor-faktor organisasi, tetapi oleh masalah-masalah ketidak sempurnaan manusia dan bahasa. Manajer perlu memperhatikan  hambatan-hambatan atar pribadi seperti 1) persepsi selektif, 2) status atau  kedudukan komunikator, 3) keadaan membela diri, 4) pendengaran lemah, dan 5) ketidak tepatan penggunaan bahasa.

1.    Persepsi selektif
Persepsi adalah suatu proses yang menyeluruh dengan mana seorang menseleksi, mengorganisasikan, dan mengartikan segala sesuatu di lingkungannya. Segera seteah seorang menerima sesuatu, akan mengorganisasikan menjadi berbagai tipe informasi yang berarti. Dalam hal ini pengalaman mengajarkan seseorang dengan reaksi tertentu, bila seseorang mendengar suara kereta api, maka dia mengharapkan akan melihat kereta api. Seorang karyawan menjadi “defensif” secara otomatis bila dipanggil atasannya. Dengan kata lain, pengharapan yang mengarahkan seseorang untuk melihat atau mendengar kejadian, orang, objek atau situasi yang dia ingin lihat atau dengar. Hal ini tersebut persepsi selektif.

Manajer perlu memperhatikan tiga aspek berikut sehubungan dengan persepsi selektif :
1.    Penerima akan menginterprestasikan berita berdasarkan pengalaman diri dan bagaimana mereka telah “belajar” untuk menanggapi sesuatu.
2.    Penerima akan menginterprestasikan berita dengan cara menolak setiap perubahan dalam struktur kepribadian yang kuat. Berita yang bertentangan dengan keyakinan seseorang cenderung untuk ditolak.
3.  Penerima akan cenderung mengelompokkan dan menyimpan karakteristik-karakteristik pengalaman mereka sehingga mereka dapat membuat pola-pola menyeluruh.

Pelajaran bagi manajer untuk memahami sebanyak mungkin tentang kerangka kesukaan, kebutuhan, motif, tujuan, tingkat bahasan, dan stereotip (proses penyusunan berita menjadi seperti sesuatu yang diharapkan) dari penerima, agar dapat mengkomunikasikan pengertian secara efektif.

2.    Status komunikator
Hambatan utama komunikasi lainnya adalah kecenderungan untuk menilai, mempertimbangkan dan membentuk pendapat atas dasar karakteristik-karakteristik pengirim (sumber), terutama kredibilitasnya. Kredibilitas didasarkan “keahlian” seseorang dalam bidang yang sedang dikomunikasikan dan tingkat kepercayaan seseorang bahwa orang tersebut akan mengkomunikasikan kebenaran.

3.    Keadaan membela diri
Perasaan pembelaan diri pada pengirim, penerima berita atau keduanya juga menimbulkan hambatan-hambatan komunikasi. Keadaan membela diri seseorang mengakibatkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pembicaraan tertentu dan sebaliknya meningkatkan tingkat pembelaan di pihak lain. Jadi, akan timbul reaksi rantai defensif. Keadaan ini membuat pendengar lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan dan bukan pada apa yang sedang didengar.

4.    Pendengaran lemah
Manajer perlu belajar untuk mendengar secara efektif agar mampu mengatasi hambatan ini. Berbagai kebiasaan sehubungan dengan pendengaran lemah meliputi : 1) mendengar hanya permukaannya saja, dengan sedikit perhatian pada apa yang sedang dikatakan; 2) memberikan pengaruh, melalui baik perkataan atau tanda-tanda (seperti melihat jam, memandng langit, menunjukkan kegelisahan); 3) menunjukkan tanda-tanda kejengkelan atau kebosanan terhadap bahan pembicaraan dan 4) mendengar dengan tidak aktif.

5.    Ketidaktepatan penggunaan bahasa.                                                 
Salah satu kesalahan terbesar yang dibuat dlam komunikasi adalah anggapan bahwa pengertian terletak dalam “kata-kata” yang digunakan. Disamping itu bahasa-bahasa “non verbal” yang tidak konsisten seperti nada suara, ekspresi wajah dan sebagainya dapat menghambat komunikasi.

Sumber:
Handoko, T. Hani. 1986. Manajemen edisi 2.  Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta

D.  Definisi Komunikasi Interpersonal Efektif

Komunikasi interpersonal, secara ringkas yaitu berkomunikasi di antara dua orang atau lebih yang saling timbal balik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), yang dimaksud dengan komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Sumber:
Nasional, D. P. (1994). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Menurut Kamus Psikologi (dalam Rakhmat, 2001), komunikasi didefinisikan segala penyampaian energi, gelombang suara dan tanda di antara tempat sebagai proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tidak langsung melalui media dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.

Sumber:
Rakhmat, J. (2001). Psikologi komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Komunikasi interpersonal adalah suatu pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehigga terjadi kontak pribadi atau personal contact (Effendy, 2002).

Sumber:
Effendy, Onong, Uchjana. (2002). Dinamika komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Menurut De Vito (dalam Sendjaja, 2004) karakteristik–karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal terbagi 2 (dua) perspektif, yaitu :
1.    Perspektif humanistik, meliputi sifat–sifat yaitu:
a.    Keterbukaan
Sifat keterbukaan tentang komunikasi interpersonal yaitu:
1)   Bahwa kita harus terbuka pada orang–orang yang berinteraksi. Hal ini tidak berarti bahwa serta merta menceritakan semua latar belakang kehidupan, namun yang paling penting adakemauan untuk membuka diri pada masalah–masalah umum. Di sini orang lain akanmengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita, sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.
2)   Keterbukaan menunjukkan pada kemauan diri untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya. Demikian pula sebaliknya, orang lain memberikan tanggapan secara jujur dan terbuka tentang segala sesuatu yang dikatakan. Di sini keterbukaan diperlukan dengan cara memberi tanggapan secara spontan dan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain. Tentunya, hal ini tidak dapat dengan mudah dilakukan dan dapat menimbulkan kesalahpahaman orang lain, seperti marah atau tersinggung.

b.    Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. dalam arti bahwa seseorang secara emosional maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang lain. Dengan empati seseorang berusaha melihat dan merasakan seperti yang dilihat dan dirasakan orang lain.

c.    Perilaku Suportif
Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku suportif. Artinya, seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap bertahan (defensif). Keterbukaan dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak suportif, yakni: deskriptif, spontanitas dan provisionalisme. Sebaliknya dalam perilaku defensif ditandai dengan sifat–sifat: evaluasi, strategi dan kepastian.
1)   Deskriptif
Suasana yang deskriptif akan menimbulkan sikap suportif dibandingkan dengan evaluatif. Artinya, orang yang memiliki sifat ini lebih banyakmeminta informasi atau deskripsi tentang suatu hal. Dalam suasana seperti ini, biasanya orang tidak merasa dihina atau ditantang, tetapi merasa dihargai.

2)   Spontanitas
Orang yang spontan dalam komunikasi adalah orang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikirkannya. Biasanya orang seperti itu akan ditanggapi dengan cara yang sama, terbuka dan terus terang.
3)   Provisionalisme
Seseorang yang memiliki sifat ini adalah memiliki sikap berpikir, terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda dan bersedia menerima pendapat orang lain, bila memang pendapatnya keliru.

d.   Perilaku Positif
Komunikasi interpersonal akan efektif bila memiliki perilaku positif. Sikap positif dalam komunikasi interpersonal menunjuk paling tidak pada dua aspek, yaitu:
1)   Komunikasi interpersonal akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri.
2)   Mempunyai perasaan positif terhadap orang lain dan berbagai situasi komunikasi.

e.    Kesamaan
Kesamaan dalam komunikasi interpersonal ini mencakup dua hal yaitu:
1)   Kesamaan bidang pengalaman di antara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi interpersonal umumnya akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa ketidaksamaan tidaklah komunikatif.
2)   Kesamaan dalam percakapan di antara para pelaku komunikasi, memberi pengertian bahwa dalam komunikasi interpersonal harus ada kesamaan dalam hal mengirim dan menerima pesan.

2.    Perspektif pragmatis, meliputi sifat–sifat yaitu:

a.    Bersikap Yakin
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila seseorang mempunyai keyakinan diri. Dalam arti bahwa seorang tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain. dalam berbagai situasi komunikasi, orang yang mempunyai sifat semacam ini akan bersikap luwes dan tenang, baik secara verbal maupun non verbal.

b.    Kebersamaan
Seseorang bisa meningkatkan efektivitas komunikasi interpersonal dengan orang lain bila ia bisa membawa rasa kebersamaan. Orang yang memiliki sifat ini, bila berkomunikasi dengan orang lain akan memperhatikannya dan merasakan kepentingan orang lain.

c.    Manajemen Interaksi
Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak, sehingga tidak seorang pun merasa diabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran dan arah pembicaraan secara konsisten. Dan biasanya, dalam berkomunikasi orang yang memiliki sifat semacam ini akan menggunakan pesan–pesan verbal dan non verbal secara konsisten pula.

d.   Perilaku Ekspresif
Perilaku ekspresif memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh–sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain. Perilaku ekspresif ini hampir sama dengan keterbukaan, mengekspresikan tanggung jawab terhadap perasaan dan pikiran seseorang, terbuka pada orang lain dan memberikan umpan balik yang relevan.
Orang yang berperilaku ekspresif akan menggunakan berbagai variasi pesan baik secara verbal maupun non verbal, untuk menyampaikan keterlibatan dan perhatiannya pada apa yang sedang dibicarakan.

e.    Orientasi pada Orang Lain
Untuk mencapai efektivitas komunikasi, seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain. Artinya adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi dengan orang lain selama berkomunikasi interpersonal. Tentunya, dalam hal ini seseorang harus mampu melihat perhatian dan kepentingan orang lain. selain itu, orang yang memiliki sifat ini harus mampu merasakan situasi dan interaksi dari sudut pandang orang lain serta menghargai perbedaan orang lain dalam menjelaskan suatu hal.

Sumber:
Sendjaja, D. S. (2004). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

E.  Komunikasi Interpersonal Efektif Dalam Organisasi Mencakup Componential (Komponensial) dan Situational (Situasional)

Definisi berdasarkan komponen (Componential Definition)
Definisi bedasarkan komponen menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya, yaitu penyampaian pesan oleh salah satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

Sumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34520/4/Chapter%20II.pdf

Situasional (Situational)
Saling ketergantungan diantara kedua belah pihak (dyad) dijadikan sebagai karakteristik yang paling jelas dari komunikasi interpersonal. Organisasi menetapkan bahwa hubungan interpenetratif dan interlocking untuk mengkoordinasikan kerja. “Dyadic communication mulai berfungsi ketika ada kemungkinan tindakan setiap orang mempengaruhi yang lain” (Wilmot,1979, hal. 9). Jadi, menurut definisi, hubungan atasan-bawahan, kolega, anggota tim proyek, atau kombinasi kerja lain, merupakan contoh-contoh komunikasi interpersonal. Rasa ketergantungan ini merupakan faktor penting dalam banyak situasi kerja. Anda tidak dapat menolak untuk bekerja dengan seseorang hanya karena Anda tidak ingin menjadi teman mereka, dan Anda harus bekerjasama dengan orang lain untuk menyelesaikan banyak tugas yang diberikan. Bekerja secara efektif dengan rekan kerja, bos, pelanggan, dan bawahan akan berkaitan langsung dengan keberhasilan pribadi Anda sendiri. Ketidakmampuan untuk bergaul dengan orang lain adalah nomor dua alasan bagi karyawan dipecat (“personal problem,” 1990). Yang lainnya adalah ketidakmampuan (pertama), ketidakjujuran (ketiga), sikap negatif (keempat), dan kurangnya motivasi (kelima). Disisi lain mata uang, kemampuan untuk bergaul dengan orang lain adalah atribut yang paling penting kedua untuk mendapatkan depan menurut The Wall Street Journal (Nirenberg,1989). Integritas adalah yang pertama. Mendukung rasa ketergantungan, tampaknya, merupakan prasyarat untuk mempertahankan dan memajukan pekerjaan.

Sumber:
http://www.docstoc.com/docs/142011609/KOMUNIKASI-ORGANISASI